Masih banyaknya aspirasi masyarakat yang belum terakomodir secara optimal dalam perencanaan dan penganggaran daerah menjadi atensi penting bagi Sekretaris DPRD Musi Banyuasin, Mirwan Susanto.
Menurut Mirwan untuk memperkuat peran DPRD sebagai penyalur aspirasi masyarakat melalui mekanisme Pokok-Pokok Pikiran (Pokir), perlunya Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaannya.
Dari ribuan usulan Pokir yang disampaikan setiap tahunnya, kata Mirwan hanya sebagian kecil yang masuk ke APBD dan terealisasi. Kondisi tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan masyarakat dan hasil pembangunan.
Lebih lanjut, masalah utama terletak pada sistem informasi yang belum terintegrasi dan lemahnya koordinasi lintas pihak serta minimnya mekanisme monitoring dan evaluasi berbasis kinerja.
“Padahal Pokir adalah instrumen strategis untuk menjembatani kepentingan masyarakat dengan kebijakan pembangunan daerah secara partisipatif dan akuntabel,” ujar Mirwan dibincangi di ruang kerjanya, Rabu (8/9/2025).
Terobosan SOP Pokir yang digagas Sekretaris DPRD Muba ini selaras dengan visi misi kabupaten berjuluk serasan sekate yakni Muba Maju Lebih Cepat yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Muba Tahun 2025-2029.
Tak hanya itu dengan adanya optimalisasi Pokir yang diatur dengan SOP Pokir yang jelas, kedepannya dapat terwujud pemerintah yang responsif dan partisipatif, dimana setiap aspirasi masyarakat dapat terintegrasi ke dalam kebijakan pembangunan daerah secara sistematis.
Dengan demikian, proyek perubahan ini tidak hanya menjawab persoalan internal kelembagaan DPRD, tetapi juga menjadi bagian dari strategi besar untuk memperkuat tata kelola pemerintah daerah dan mempercepat visi misi pembangunan Musi Banyuasin.
Mirwan memaparkan berbagai permasalahan utama terkait Pokir DPRD, diantaranya realisasi Pokir yang masih rendah diangka 9-13 persen dari total usulan yang masuk APBD.
Tidak ada SOP baku dan sistem digital terintegrasi dengan perencanaan daerah (SIPD), koordinasi DPRD, sekretariat, Bappeda dan OPD belum optimal. Data aspirasi masyarakat tidak seragam dan bayak usulan tanpa format dan informasi yang lengkap.
Monitoring dan evaluasi tidak berkesinambungan yang menyebabkan keterlambatan tindak lanjut dan duplikasi program antar OPD.
“Contohnya saja masih ada Pokir yang tidak tepat peruntukannya, misal Pokir memberangkatkan umroh, dan membangun polsek, yang seharusnya itu bisa dilimpahkan kepada pihak eksekutif,” katanya.
Seharusnya kata Mirwan Pokir itu aspirasi yang diserap wakil rakyat saat reses maupun dalam raoat- rapat dengar pendapat
“Jadi Pokir itu kan aspirasi dari bawah ke atas alias bottom up, bukan dari atas ke bawah,” imbuhnya.
Dia berharap dengan adanya SOP Pokir yang digagas dan nantinya akan di SK kan oleh Bupati dapat mengoptimalkan pelaksanaan Pokir agar lebih efektif, terukur dan berdampak bagi masyarakat.
Selain itu juga dapat membangun sistem informasi Pokir terintegrasi dengan SIPD sebagai alat pencatatan dan monitoring real time. Menyusun SOP dan pedoman pelaksanaan Pokir yang baku, transparan dan sesuai dokumen perencanaan daerah.
“Dengan SOP yang jelas juga dapat memperkuat koordinasi lintas pihak maupun forum bersama DPRD, Bappeda dan OPD. SOP Pokir ini juga bisa meningkatkan kapasitas anggota DPRD dan tenaga ahli dalam penyusunan Pokir berbasis kinerja, “ tukas Mirwan. (Aar)







