REHAT – Daya saing produksi garam industri tanah air bakal ditingkatkan. Salah satunya dengan memperbaiki kualitas produk. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan garam industri dalam negeri.
Menurut data BPS dan Kemenko Perekonomian, kebutuhan garam nasional 2019 diperkirakan sebanyak 4,19 juta ton yang terdiri atas kebutuhan industri sebesar 3,51 juta ton. Kebutuhan garam industri tersebut naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3,28 juta ton.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, garam merupakan salah satu bahan baku pokok yang dibutuhkan bagi sebagian sektor industri di dalam negeri untuk menunjang keberlanjutan produksinya.
“Garam adalah komoditas strategis yang dapat mendukung rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah sejumlah industri di dalam negeri. Jadi, sama pentingnya dengan bahan baku lainnya seperti baja dan produk petrokimia,” paparnya.
Sigit mengemukakan, sektor manufaktur yang mengkonsumsi garam industri ini dinilai berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap banyak tenaga kerja sehingga perlu dijaga ketersediaan bahan bakunya.
Contohnya, industri Chlor Alkali Plant (CAP) yang meliputi produsen kertas dan petrokimia. Potensi bagi Indonesia, sektor ini mencapai 13 perusahaan dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 17 ribu orang, total nilai ekspor menembus hingga USD6,7 miliar, dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp104 triliun.
Selain itu, industri aneka pangan yang berjumlah 410 perusahaan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 877 ribu orang dengan sumbangsih terhadap nilai ekspor USD27,4 miliar dan ke PDB sebesar Rp936 triliun. Berikutnya, industri tekstil mencapai 1.798 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang, serta berkontribusi terhadap ekspor USD4,3 miliar dan ke PDB sebesar Rp166 triliun.
Di industri farmasi, terdapat 206 perusahaan dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 50 ribu orang serta capaian ekspornya menembus USD0,55 miliar dan ke PDB hingga Rp238 triliun. “Sektor-sektor tersebut juga mengalami pertumbuhan yang positif,” ungkapnya.
Pada tahun 2018, Kemenperin memfasilitasi kerjasama antara industri pengolah garam nasional dengan petani garam lokal sebagai salah satu upaya mengoptimalkan penyerapan garam hasil produksi dalam negeri. Sebanyak 15 industri pengolah garam telah merealisasikan 90% penyerapan garam lokal atau berkisar 1,01 juta ton.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, peningkatan kualitas produksi garam lokal bakal ditopang melalui perbaikan infrastruktur dari dan menuju lokasi tambak garam. Hal ini untuk mempercepat laju distribusi. Contohnya, pembenahan jalan dari kawasan tambak ke jalur transportasi utama. “Aksesibilitas dari area tambak ke jalur utama mesti diperhatikan. Jadi, infrastruktur petani garam perlu diperbaiki,” tuturnya.
Airlangga pun mengungkapkan, tidak ada rembesan garam impor ke pasaran. Sebab, garam yang diimpor oleh produsen adalah untuk diolah dan dijadikan bahan baku untuk produk tertentu yang bernilai tambah tinggi. “Produk jadinya itu antara lain alkali, PVC, hingga infus,” ungkapnya. (Kementerian Perindustrian)