Ombudsmen Republik Indonesia Perwakilan Sumsel telah menerima tiga laporan resmi terkait proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di wilayah kota Palembang. Laporan tersebut terkait transparansi zonasi PPDB. Rinciannya 2 laporan terkait PPDB SMP dan 1 laporan di PPDB SMA.
Dimana sekolah hanya mengumumkan nama peserta didik yang lulus tanpa mencantumkan nilai yang diperoleh. Ada juga laporan terkait pungutan yang dilakukan pihak sekolah. Namun baru sebatas konsultasi. Ombudsmen sendiri telah membentuk tim khusus untuk menelusuri laporan tersebut.
Kepala Ombudsmen RI Perwakilan Sumsel, Adrian melalui Humas, Hendrico mengatakan proses PPDB saat ini menerapkan skema zonasi. Peserta didik yang lolos dibagi menjadi beberapa kriteria. Sebanyak 40 persen dipilih berdasarkan jarak dari sekolah ke rumah. Lalu 50 persen berdasarkan Tes Pengetahuan Akademik (TPA). 5 persen berdasarkan jalur prestasi dan 5 persen lagi berdasarkan mutasi kerja orang tua.
Dari skema tersebut, salah satu jalur yang bisa di’main’kan yakni jalur TPA. Karena baik dari sisi soal maupun seleksinya dilakukan oleh pihak sekolah. “Laporan yang masuk ke kami, orang tua mengeluhkan proses TPA ini. Sekolah hanya mengeluarkan nama saja. Tanpa menampilkan nilai yang didapat,” katanya.
Orang tua jadi ragu dengan proses seleksi yang dilakukan. Sehingga muncul dugaan kalau tes yang dilakukan hanya sekedar formalitas. “Atas laporan ini kami akan melakukan tindak lanjut. Berupa pembentukan tim khusus. Mereka akan menelusuri kebenaran laporan,” ujarnya.
Menurutnya, penampilan hasil nilai tes tidak hanya berfungsi sebagai transparansi. Tapi juga untuk tolak ukur kemampuan calon siswa didik. “Dengan begitu kan, orang tua jadi tahu kemampuan anaknya. Kelemahannya ada dimana,” ucapnya.
Selain transparansi, pihaknya juga telah menerima laporan terkait adanya indikasi pungutan dari pihak sekolah. Namun, pelapor hanya sebatas konsultasi saja. “Saat kami meminta brosur atau surat edarannya, yang bersangkutan tidak mau memberikan. Kami juga tidak bisa menelusuri hal itu,” ungkapnya.
Terlebih lagi, baik dari Pemkot Palembang maupun Pemprov Sumsel telah menegaskan jika sekolah tidak boleh memungut uang dari peserta didik. Untuk SMA unggulan yang diperbolehkan memungut pun hingga saat ini aturannya belum ditandatangani oleh Gubernur Sumsel. “Belum ada konfirmasi penetapan sekolah berbayar. Artinya belum diterapkan sampai sekarang,” ucapnya.
Hendrico menuturkan isu lainnya mengenai PPDB yakni banyaknya titipan dari pejabat. Ia menerangkan beberapa kepala sekolah sudah ada yang berkonsultasi dengan Ombudsmen. “Mereka ingin Ombudsmen mendapatkan skema yang bisa mengurangi siswa titipan. Tapi, Kepsek tidak ingin memberitahu pejabat mana yang menitipkan,” terangnya.
Ia mengharapkan peran serta masyarakat dalam mengawasi proses PPDB dengan cara melaporkan dugaan kecurangan dalam proses tersebut. “Kami juga tidak bisa bertindak kalau tidak ada laporan,” pungkasnya.