REHAT – PT Pertamina (Persero) meraih capaian kinerja yang positif di sepanjang tahun 2018. Pendapatan perusahaan di tahun itu tercatat sebesar USD 57.93 miliar atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar USD 46 miliar.
Hal ini disampaikan Direktur Keuangan Pertamina Pahala Nugroho Mansyur usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan yang diselenggarakan di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (31/5).
Pahala menjelaskan, meskipun pada tahun lalu terdapat dinamika yang mempengaruhi kinerja sektor migas seperti nilai ICP yang berada di level USD 67.47 per barel dan kurs yang berada di kisaran Rp 14.246 namun Pertamina berhasil membukukan laba bersih sebesar USD 2.53 miliar yang setara dengan Rp 35,99 triliun.
Dari laba bersih tersebut, sebanyak Rp 7,95 triliun di antaranya akan diberikan sebagai dividen kepada pemerintah. Besaran dividen ini mencapai 22 persen dari laba yang dicapai perseroan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan investasi Pertamina yang besar, salah satunya untuk belanja modal atau Capex.
“Pada 2019 kita ditargetkan Capex sebesar USD 5.2-5.7 miliar. Bayangkan, kita harus mengeluarkan Capex sebesar Rp 80 triliun yang membutuhkan dukungan cash flow cukup kuat,” tuturnya.
Pahala melanjutkan, kinerja positif Pertamina tidak hanya terletak pada sisi finansial perusahaan namun juga pada keberhasilan menjalankan penugasan dari pemerintah berupa penyediaan BBM solar, minyak tanah dan premium serta LPG tabung 3 kg bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan harga sesuai yang ditetapkan pemerintah. Sampai dengan 31 Desember 2018 Pertamina berhasil melaksanakan penyaluran BBM satu harga sebanyak 123 titik di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) Indonesia.
Dalam kondisi demikian, perusahaan dianggap tetap mampu mencetak kinerja yang positif meskipun terjadi penurunan tipis di perolehan laba dibanding tahun 2017 yang mencapai USD 2.54 miliar.
Kinerja positif ini juga ditandai di bidang operasional dengan meningkatnya produksi minyak dan gas sebesar 921,36 MBOEPD atau naik 33% dibandingkan tahun 2017 yang sebesar 693 MBOEPD. Demikian juga dengan liftingminyak mentah dan gas yang tercatat sebesar 757,26 MBOEPD atau naik 36% dari tahun sebelumnya yang sebesar 556,33 MBOEPD. Untuk menjaga keberlanjutan produksi migas Indonesia, Pertamina juga telah berhasil meningkatkan tambahan cadangan migas pada tahun 2018 mencapai 426,25 MMBOE atau 36% lebih tinggi dibandingkan realisasi di tahun sebelumnya.
Di sektor pengolahan minyak, kemampuan kilang Pertamina untuk menghasilkan produk yang bernilai (yield valuable product) tercatat naik menjadi 79,57% dari tahun sebelumnya yang sebesar 78,13%. Pun dengan realisasi pengolahan minyak mentah yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. “Pada tahun 2018 tercatat pengolahan minyak mentah mencapai 333,28 juta barel atau naik 4% dibandingkan tahun 2017 yang mencapai sebesar 320,50 juta barel,” kata Pahala.
Di bidang pemasaran, volume penjualan mengalami kenaikan 4,5% pada 2018 menjadi sebesar 86,5 juta KL dibandingkan pada 2017 yang sebesar 82,76 juta KL. Demikian pula halnya dengan penjualan gas yang mencapai 1.122,62 ribu BBTU dengan transportasi gas mencapai 777,01 BSCF. Keduanya mengalami peningkatan sekitar 2% dibandingkan realisasi tahun 2017.
Pencapaian kinerja positif ini sayangnya diiringi dengan catatan keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan Tahun Buku 2018 PT Pertamina (Persero). Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, jika sesuai jadwal, Pertamina seharusnya telah menyerahkan laporan keuangan sejak Februari lalu. Namun, laporan baru diserahkan Mei 2019.
“Akibat keterlambatan penyampaian laporan keuangan ini, tingkat kesehatan administrasi menjadi ada yang berkurang. Namun demikian, RUPS tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu rampung sebelum Juni,” pungkas Fajar. (KEMENTERIAN BUMN)