REHAT – Industri jasa keuangan dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Terutama start up FinTech Peer-to-Peer Lending dan Equity Crowdfunding. Sebagai respon terhadap hal itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI telah membuat kerangka peraturan yang kondusif dalam mendorong inovasi dan sekaligus memberi perlindungan yang memadai bagi konsumen.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK RI, Nurhaida mengatakan pengaturan terhadap fintech company telah tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No 13 Tahun 2018. Dalam aturan tersebut, fintech company harus mendaftarkan perizinannya ke OJK. Sejak dibuatnya aturan, sudah ada 67 perusahaan yang mendaftarkan diri ke OJK. Perusahaan tersebut telah dibagi ke dalam 7 cluster atau pengelompokan sesuai dengan bidangnya.
“Ada yang di bidang ekonomi kerakyatan, pendanaan cepat dan lainnya. Setelah dikelompokkan, kami masih akan menelaah model bisnisnya seperti apa. Lalu dari segi kepatuhan dan kelayakan usaha serta lainnya,” kata Nurhaida.
Proses penilaian akan memakan waktu 1 tahun. Selanjutnya akan diputuskan apakah perusahaan yang bersangkutan bisa didaftarkan atau tidak. “Targetnya di awal 2020 sudah ada keputusan memenuhi syarat atau tidak,” katanya.
Selain itu, Nurhaida menjelaskan OJK bersama dengan lembaga dan instansi terkait, akan meningkatkan literasi masyarakat terhadap fintech dan memperkuat penegakan hukum bagi start-up fintech ilegal yang dapat merugikan masyakat luas. “Perusahaan fintech harus memiliki sistem, tata kelola perusahaan serta transparansi yang baik. Disamping itu juga harus mengedepankan perlindungan konsumen,” terangnya.
Dijelaskan, secara umum stabilitas makroekonomi Indonesia masih terjaga. Pertumbuhan ekonomi di 2018 diperkirakan sekitar 5,15 persen, tertinggi sejak 2014. Inflasi juga tetap terjaga rendah di level 3,13 persen. Sejalan dengan kinerja fundamental makroekonomi domestik, stabilitas sektor keuangan juga dapat terjaga dengan baik. Capaian ini merupakan modal yang penting bagi industri untuk dapat tumbuh lebih baik dan meningkatkan perannya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan katalis keberhasilan reformasi struktural.
“Pertumbuhan kredit perbankan dari pemberian kredit oleh bank domestik tumbuh sekitar 11,75 persen. Pertumbuhan kredit ini meningkat signifikan dibandingkan 2017 dan diikuti oleh tren rasio NPL gross perbankan yang terus menurun dan tercatat sebesar 2,37 persen. Demikian juga dengan intermediasi di industri keuangan non bank yang tumbuh positif dengan rasio non-perfoming financing yang menurun,” ucapnya.
Likuditas perbankan juga masih cukup memadai dengan excess reserve perbankan tercatat sebesar Rp529 triliun. Sementara, rasio kecukupan likuiditas lainnya jauh di atas thressholdnya. LDR perbankan memang mengalami sedikit peningkatan menjadi 94,04 persen akibat dari penurunan base money sebagai imbas terjadinya capital outflow selama tahun 2018.
“OJK, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan akan selalu bekerjasama untuk menjaga likuiditas di pasar keuangan agar tetap memadai,” bebernya.
Di pasar modal, minat perusahaan untuk menghimpun dana terus meningkat. Jumlah emiten baru sepanjang 2018 mencatat rekor tertingginya, yaitu sebanyak 62 emiten. Sedangkan nilai penghimpunan dana tercatat sebesar Rp166 triliun, relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2017 yang sebesar Rp255 triliun. Adapun total dana kelolaan investasi tercatat mencapai Rp746 triliun, meningkat 8,3 persen dibandingkan akhir tahun 2017.
Targetnya di 2019, jumlah emiten bisa mencapai 75 – 100 emiten baru dengan jumlah emisi di kisaran Rp200 triliun – Rp250 triliun. Di Industri Keuangan Non Bank, pertumbuhan asetnya secara umum diperkirakan juga meningkat. Aset asuransi jiwa diperkirakan tumbuh sebesar 10-13 persen dan asuransi umum tumbuh 14-17 persen. Sementara itu, aset perusahaan pembiayaan tumbuh 8-11 persen dan aset dana pensiun diperkirakan akan tumbuh moderat, yaitu sekitar 7-9 persen untuk Dana Pensiun Pemberi Kerja dan sekitar 13-16 persen untuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
OJK juga akan mendorong pembiayaan atau pendanaan di sektor riil. Industri jasa keuangan akan didorong untuk meningkatkan kontribusi pembiayaan kepada sektor prioritas seperti industri ekspor, substitusi impor, pariwisata maupun sektor perumahan, dan industri pengolahan. “Kami akan mendorong realisasi program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata bekerja sama dengan instansi terkait, diantaranya melalui pengembangan skema pembiayaan serta ekosistem pendukungnya. Termasuk asuransi pariwisata, dukungan pendampingan kepada pelaku UMKM dan mikro di sektor pariwisata. Selain itu, kami juga mendukung percepatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendorong ekspor,” terangnya.
Lembaga jasa keuangan juga akan didorong untuk meningkatkan akses keuangan ke daerah-daerah terpencil melalui pemanfaatan teknologi, seperti perluasan Laku Pandai (branchless banking) dalam menjadi agen penyaluran kredit mikro di daerah. “Kami juga akan terus mengembangkan dan mengoptimalkan peran Perusahaan Efek di daerah. Tidak hanya itu, kami akan merevitalisasi peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi agar dapat mendukung pencapaian target indeks inklusi keuangan sebesar 75 persen di tahun ini,” bebernya.
Sementara itu, Kepala OJK Regional 7 Sumbagsel Panca Hadi Suryatno mengatakan industri jasa keuangan di wilayah kerja Regional 7 Sumbagsel tergolong cukup banyak yaitu terdiri dari 917 industri jasa keuangan dengan total jaringan kantor sebanyak 3.747 jaringan. Industri Perbankan terdiri dari 278 bank dengan 2.521 jaringan kantor, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sebanyak 516 perusahaan dengan 1.025 jaringan kantor dan industri Pasar Modal sebanyak 123 perusahaan dengan 201 jaringan kantor.
“Industri perbankan di Sumbagsel pada posisi November 2018 mengalami pertumbuhan positif jika dibandingkan dengan posisi Desember 2017 (year to date) yang tercermin dari pertumbuhan aset yang mencapai 8,38 persen. Lalu Dana Pihak Ketiga sebesar 9,49 persen dan penyaluran kredit 5,13 persen,” terangnya.
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di wilayah Sumatera Bagian Selatan pada Desember 2018 tercatat sebesar Rp10,13 Triliun atau meningkat sebesar 22,35 persen secara year on year dengan portofolio terbesar pada KUR Mikro yang mencapai 56 persen dari total penyaluran. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM oleh Perbankan di Sumbagsel November 2018 telah mencapai 31,97 persen dari total kredit. “OJK secara konsisten terus mendorong perbankan di wilayah Sumbagsel secara individu untuk dapat menyalurkan kredit UMKM minimal sebesar 20 persen sebagaimana diatur dalam ketentuan,”pungkasnya. (Jay)