MUBA, Madu Sialang dikenal sebagai produk andalan masyarakat Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Sebagai primadona, si manis alami ini tergolong langka. Untuk mengambilnya, masyarakat pemanen madu harus rela menerobos hutan. Usaha ini masih ditambah dengan memanjat pohon Sialang. Waktunya, harus malam hari pula. Ini praktik warisan turun-temurun warga Musi Banyuasin. Memanen madu pun tak bisa asal ambil. Ada ritual meminta izin kepada ‘pemiliknya’.
Soal hubungan manusia dan alam ini, nenek moyang pun memanen metode ramah lingkungan. Bukti jurus ramah alam ini, madu Sialang masih diproduksi.
Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin menjelaskan Sialang adalah sebutan masyarakat Muba untuk pohon Menggeris (Koompassia excelsa). Pohon yang hidup di hutan hujan ini umumnya tumbuh di dataran rendah, tapi juga ditemukan di dataran sedang. Tinggi pohon Sialang 60 -80 meter.Pohon Sialang mempunyai nilai tersendiri bagi warga Musi Banyuasin. Khususnya bagi warga masyarakat kecamatan batanghari leko Dawas dan Tungkal Ulu termasuk bagi daerah kecamatan lain seperti sungai keruh dan lainnya yang memiliki potensi Madu Sialang
Pohon Sialang sebagian masih ditemukan di sejumlah hutan dan kebun warga, Umumnya berada di tepi sungai. Hampir sepanjang tahun memberikan penghasilan bagi mereka. Madu, yang diambil dari sarang lebah liar. Minimal ada sepuluh sarang di pohon tersebut.’Madu sialang’ begitu masyarakat setempat menyebutnya.
Madu Sialang dari Musi Banyuasin Khususnya dari kecamatan batanghari leko, Dawas dan Tungkal Ulu ini cukup terkenal bagi penikmat madu di Palembang dan Jambi.
Nurdin-petani madu-belasan tahun menekuni profesi sebagai pemanjat pohon untuk mendapatkan madu sialang.
Nurdin menelusur belantara demi Sialang madu yang bersumber dari kawasan hutan lindung Meranti Sungai Merah, Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan.
Untuk mencapai desa Lubuk Bintialo, Kecamatan Batanghari Leko, Muba dibutuhkan waktu sekitar 4 jam perjalanan darat dari Sekayu, ibukota kabupaten untuk Sampai di desa yang masuk dalam area lanskap kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP) Meranti, matahari mulai tampak makin tinggi. Nurdin mendatangi beberapa batang pohon berukuran besar yang ada di dalam hutan yang berada persis di Daerah Aliran Sungai Batanghari Leko.
“Panen kami pakai metode suntik yang artinya tidak semua sarang kami habisi,” kata dia, Nurdin mempraktekkan cara memikat madu membangun sarang di pohon yang sama. Ia harus menyisakan sebagian kecil sarang sebagai rumah bagi ratu lebah dan anak-anaknya. Pemanen juga diingatkan untuk menyisahkan sekitar 5 cm sarang yang masih berisi madu sebagai pakan bagi anakan untuk tetap berkembang biak. “Ini terbukti pada 40 hari berikutnya akan ada panen lagi jadi siklusnya gak terputus,” kata Wijaya.
Nur Rohim, ketua Gapoktan Meranti Wana Makmur menjeslakan usai diturunkan dari pohon, Madu terlebih dahulu dipisahkan dari sarang dan kotoran lainnya dengan cara ditiriskan sebanyak tiga kali. Selanjutnya dilakukan penurunan kadar air untuk menghasilkan madu murni yang sehat, hegienis. Berikutnya madu dikemas dalam botol biasa tanpa merek dan sebagian lainnya dijual dengan menggunakan nama dagang Wana dengan berbagai varian harga dan isi. “Sebulan kami bisa produksi hingga 2 ton madu murni,” katanya.
Sementara itu Project Director Kelola Sendang, ZSL Indonesia, Damayanti Buchori menambahkan pihaknya juga mendampingi warga dalam penirisan, pengemasan hingga pemasaran madu. Melalui Kelola Sendang (Kemitraan pengelolaan Lanskap Sembilang-Dangku). Desa Lubuk Bintialo termasuk dalam area model 1 Kelola Sendang yang terdiri atas lanskap KPHP Meranti hingga batas Suaka Margasatwa Dangku di Paling Timur. Sejak dahulu hutan Meranti dikenal sebagai salah satu kawasan ekosistem hutan dengan kekayaan flora dan fauna tertinggi di dunia. Hingga kini lazim bagi warga di sana bertemu dengan Harimau, Gajah, Tapir, Beruang Madu, Beruk, Burung Enggang.