REHAT – Pemprov Sumsel terus mempromosikan potensi daerahnya. Salah satu upaya Pemprov dengan mengeluarkan surat edaran Gubernur Sumsel Nomor 016/SE/Perind/2019 tentang penggunaan produk pempek Palembang.
Dalam surat tersebut, instansi pemerintah maupun swasta di Sumsel diminta untuk menyajikan pempek Palembang di setiap penyelenggaraan pertemuan ataupun rapat maupun sebagai oleh-oleh Khas Sumsel.
Pempek yang disajikan juga harus memiliki Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan Sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia. Harapannya, aturan ini bisa meningkatkan permintaan pempek dan menumbuhkan serta mengembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang bergerak di bidang Produk Pangan Khas Sumsel.
Kepala Dinas Perindustrian Sumsel Ernila Rizar mengatakan surat edaran tersebut bersifat himbauan. Baik kepada instansi pemerintah maupun swasta. Tujuannya agar permintaan pempek di Sumsel bisa meningkat. Sehingga berdampak terhadap perkembangan IKM yang memproduksi pempek. “Pempek sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Sehingga, produk pangan khas yang harus dilestarikan dan dipromosikan baik nasional maupun internasional,” ujarnya.
Selain itu, IKM Produk Pangan Khas Sumsel merupakan salah satu sektor utama penggerak perekonomian di Sumsel. Sehingga, Pemprov memandang perlu menggalakkan penggunaan produk pangan khas Sumsel dalam setiap pertemuan. “Apalagi untuk rapat ini kan, pesertanya tidak hanya dari Sumsel saja. Tapi juga luar Sumsel. Bahkan ada yang dari luar negeri. Sehingga bisa dipromosikan,” ucapnya.
Meskipun bersifat himbauan, Ernila mengharapkan instansi pemerintah dan swasta dapat mulai beralih menyajikan pempek dalam setiap pertemuan. “Memang tidak ada sanksinya. Tapi, kami harap seluruh instansi bisa melaksanakannya. Sehingga bisa membantu pengusaha IKM yang memproduksi pempek,” terangnya.
Pempek sendiri sebenarnya makanan yang lazim disajikan oleh sejumlah instansi pemerintah maupun swasta di setiap perhelatan acara. Beberapa instansi mengaku sudah melaksanakannya sejak lama. Seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sumsel. Dalam setiap pertemuan yang digelar, sajian utama kudapan di sela rapat biasanya pempek telur besar.
“Tapi memang tidak setiap pertemuan pempek. Biasanya yang lebih praktis itu seperti roti atau kue yang lain. Dengan adanya edaran ini, tentunya kami mendukung pelaksanaannya,” kata Kepala Dinas PUTR Sumsel Darma Budhi.
Budhi menerangkan pihaknya sendiri telah menerima edaran tersebut beberapa waktu lalu. “Ke depannya, baik rapat besar maupun kecil akan disajikan pempek. Termasuk juga tamu yang dari luar kota,” terangnya.
Senada diungkapkan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Sumsel, Rosyidin Hasan. Meskipun sejak lama menyajikan pempek dan makanan khas daerah lainnya. Namun pihaknya akan lebih menintenskannya dalam setiap pertemuan. “Kalau biasanya itu pempek dan tekwan. Kalau ada tamu dari luar kota, kami pasti menyajikan pempek. Seperti itu biasanya,” ucapnya.
Hanya saja penerapan penggunaan pempek yang ber SNI dan sertifikat halal MUI dipandang hanya menyentuh beberapa gelintir pengusaha saja. Pasalnya, dari sekitar 900 IKM di Palembang yang memproduksi Pempek baru ada tiga IKM yang mendapatkan sertifikat SNI. Diantaranya, Pempek Risky, Pempek Honey, dan Pempek Tince. Sedangkan yang sedang dalam proses mendapatkan SNI baru dua IKM yakni Pempek Beringin dan Cek Molek.
“Memang masih sedikit (Pempek ber SNI). Kami masih terus mensosialisasikan Sertifikat SNI ini ke seluruh pengusaha pempek,” kata Hariyanto, Penanggung Jawab Teknis Kantor Badan Sertifikasi Nasional (BSN) Palembang.
Hary mengatakan untuk mendapatkan Sertifikat SNI, prosesnya cukup panjang. Pengusaha harus mendapatkan izin edar pangan industri rumah tangga dari Dinas Kesehatan setempat. Setelah itu, pengusaha juga harus mengantongi sertifikat kelayakan pengelolaan (SKP) ikan dari Kemeterian Kelautan dan Perikanan (KKP). Barulah diusulkan untuk mendapatkan SNI.
“Selain sosialisasi, kami juga menggelar berbagai pelatihan. Agar pengusaha secara bertahap memenuhi standar produksi pengolahan bahan pangan. Sehingga, untuk melengkapi sertifikasinya lebih mudah,” terangnya.
Rumitnya proses SNI untuk produk pempek, lanjut Harry disebabkan bahan baku ikan yang merupakan produk biologi rawan pencemaran logam berat. Terlebih produk pangan yang langsung dikonsumsi. Sehingga, untuk peredarannya harus melalui proses uji laboratorium. “Produk yang beredar sudah dipastikan tidak mengandung logam berat yang tak layak konsumsi,” ucapnya.
Meski rumit, namun pengusaha mendapat berbagai keunggulan ketika produknya sudah ber SNI. Salah satunya membuka pasar ekspor ke luar negeri. Saat ini, salah satu IKM Pempek Palembang tengah menjalani pelatihan ekspor di Lampung dan tengah membuka pasar di Amerika Serikat.
“Diaspora (WNI) di Amerika Serikat ada yang tertarik menjual dan memasarkan pempek di sana. Namun, syarat untuk ekspor kan cukup ketat. Jadi harus dipersiapkan dengan matang. Terutama dalam hal pengemasannya. Tapi, langkah pertama yakni standarisasi produk sudah lolos,” ucapnya.
Selama ini, ketiga IKM telah memasarkan produknya ke luar negeri dalam bentuk hand carry. Seperti Pempek Rizky yang telah menjual produk pempeknya hingga ke Australia dan Jepang. Lalu Pempek Tince yang sudah mendapat pesanan rutin ke Singapura. Dan Pempek Honey yang sedang menjajaki ekspor ke Amerika Serikat. “Peluangnya untuk berkembang sangat besar,” terangnya.
Terkait pembiayaan SNI, Harry menjelaskan pihaknya menggandeng pemerintah setempat, serta BUMN untuk memberikan bantuannya kepada IKM. “Kami dorong Pemprov, dan BUMN untuk membiayai uji laboratoriumnya. Sebab kan harus bayar. Kami berharap langkah pemprov untuk mengutamakan produk pempek ber SNI bisa membuat pempek go internasional,” pungkasnya. (kos)