Beranda Politik Pengidap Gangguan Jiwa Bisa Nyoblos di Pemilu 2019, Ini Penjelasan KPU Sumsel

Pengidap Gangguan Jiwa Bisa Nyoblos di Pemilu 2019, Ini Penjelasan KPU Sumsel

Ketua KPU Sumsel, Kelly Mariana.
REHAT – Orang yang mengalami ganguan jiwa dapat menyalurkan hak suara alias nyoblos pada pemilu 2019 mendatang. Hal ini disampaikan Ketua KPU Sumsel, Kelly Mariana.
Menurut Kelly pihaknya memfasilitasi orang dengan gangguan jiwa bisa menyalurkan hak suara karena menjalankan keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sama dengan sebelumnya, orang dengan gangguan jiwa mempunyai hak yang sama dengan semua warga masyarakat lainnya. Hal ini sesuai keputusan MK. Kita harus mendata orang dengan gangguan jiwa,” jelas Ketua KPU Sumsel Kelly Mariana, Sabtu (24/11).
Akan tetapi kata Kelly, tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa bisa nyoblos. Mereka pengidap gangguan jiwa bisa nyoblos dengan kriteria tertentu yaitu dengan surat keterangan dokter. Dan tidak kumat pada saat hari H pemungutan suara.
“Gangguan jiwa kan ada tingkatannya, kalau gangguan jiwa sudah tidak ingat kita tidak mendatanya,” ujar Kelly.
Terkait hal ini, pihaknya belum mendapat petunjuk teknis dari KPU RI. Misalnya harus ada keterangan dari dokter yang menyatakan orang yang dimaksud terganggu jiwanya dengan level tertentu. Seperti orang tersebut tidak bisa mencoblos dan menentukan pilihan.
Menurut Kelly dengan waktu yang mepet, pihaknya tidak bisa mendata seluruh orang dengan gangguan jiwa untuk bisa terdaftar di daftar pemilih, karena proses pendataan coklit sudah rampung.
“Jadi kita hanya mendata rumah sakit jiwa misalnya,” jelas Kelly.
Dilanjutkan Kelly, karena hal tersebut merupakan keputusan MK, maka pihaknya akan memfasilitasi orang dengan gangguan bisa menyalurkan hak suara di Pemilu 2019 mendatang.
“Karena ini keputusan MK, maka harus dilakukan,” imbuhnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat yang memilki keluarga yang mengalamii gangguan jiwa namun masih bisa memilih untuk melapor ke pihaknya sehingga dapat menyalurkan hak suara.
“Masalahnya nanti kita tidak mau kalau tahu keluarganya sakit jiwa, jadi tinggal kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan kalau keluarganya ini bisa memilih,” pungkasnya. (Sdi).